Rabu, 14 Desember 2011

Penerapan model PBI untuk Meningkatkan Kemampuan Koneksi Marematika Siswa


Matematika merupakan ilmu yang mendasari perkembangan teknologi dan berperan penting dalam berbagai disiplin ilmu serta dapat memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini tidak terlepas dari peran matematika, terutama dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang matematika diskrit dan lain sebagainya. Selain itu, matematika menempati posisi paling mendasar dalam hierarki ilmu pengetahuan, hal ini setara dengan ilmu filsafat yang merupakan dasar dari semua ilmu pengetahuan. Kesetaraan ini dilandaskan pada konsep logika yang melekat pada kedua ilmu tersebut. Dengan menggunakan logika, yang dikenal dengan logika matematika, berbagai konsep dapat dibangun hingga menjadi ilmu matematika yang dikenal saat ini. Oleh karena itu, untuk menguasai teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini.
Selain logika, matematika memiliki nilai-nilai luhur yang terkandung didalamnya yaitu nilai kejujuran dan keterbukaan, nilai kekonsistenan, nilai ketelitian, dan nilai keselarasan. Peran keempat nilai tersebut ditambah dengan logika matematika sangat dibutuhkan untuk dapat memberbaiki kualitas sumber daya manusia yang ada di negara kita. Namun dalam kenyataannya, untuk menerapkan nilai-nilai luhur dalam matematika tersebut tidaklah mudah. Hal ini disebabkan menurut Wahyudin (1999) oleh pandangan masyarakat yang memandang bahwa matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang sulit dipahami sejalan sehingga tidak heran jika banyak siswa yang tidak senang terhadap matematika yang kemungkinan besar disebabkan oleh sulitnya memahami materi dan konsep matematika.
Konsep-konsep matematika tersusun secara terstruktur, logis dan sistematis mulai dari konsep yang sederhana sampai konsep yang paling kompleks, sehingga memerlukan kemampuan berpikir yang baik untuk menguasainya. Salah satu komponen dari berpikir matematis tingkat tinggi (high- order mathematical thinking) adalah koneksi matematika. Menurut Ruspiani (2000:68) kemampuan koneksi matematika adalah kemampuan siswa mengaitkan konsep-konsep matematika baik antar konsep matematika itu sendiri maupun mengaitkan konsep matematika dengan bidang lainnya. Koneksi matematika bertujuan untuk membantu persepsi siswa dengan cara melihat matematika sebagai bagian yang terintegrasi dengan kehidupan. Adapun tujuan pembelajaran koneksi matematika di sekolah (dalam Rokhaeni, 2011:3 ) dapat dirumuskan ke dalam tiga bagian yaitu memperluas wawasan pengetahuan siswa , memandang matematika sebagai suatu keseluruhan yang terpadu bukan sebagai materi yang berdiri sendiri, serta mengenal relevansi dan manfaat matematika dalam konteks dunia nyata. 
Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan secara umum bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi,  khususnya kemampuan koneksi matematika sangat  penting dimiliki oleh siswa. Namun, menurut survey (dalam Rokhaeni, 2011:3) yang dilakukan oleh Programme for International Student Assesment bahwa Indonesia menduduki peringkat ke -58 dari 65 negara partisipasi (PISA, 2009). Penelitian tersebut mengemukakan bahawa kemampuan siswa dalam menerapkan konsep matematika ke dalam masalah-masalah yang berkaitan sangat rendah. Hasil penelitian itu menunjukan bahwa 66% siswa Indonesia hanya mampu mengenali tema masalah, tetapi tidak mampu menemukan keterkaitan antara tema masalah dengan pengetahuan yang telah dimiliki. Keterkaitan yang dimaksudkan dalam hal ini adalah koneksi antara tema masalah dengan segala pengetahuan yang ada.
Hasil penelitian lain yang menunjukan kemampuan koneksi matematika siswa sangat rendah terdapat pada penelitian Ruspiani (dalam Nasir, 2008) yang mengatakan bahwa rata-rata nilai kemampuan koneksi matematika siswa sekolah menengah masih rendah, nilai rata-ratanya kurang dari 60 pada skor 100, yaitu sekitar 22,2% untuk koneksi matematika dengan pokok bahasan lain, 44,9% koneksi matematika dengan bidang studi lain, dan 67,3% untuk koneksi matematika dengan kehidupan keseharian. Berdasarkan data tersebut kita bisa melihat bahwa siswa tidak mampu  menghubungkan antar konsep dalam  matematika, menghubungkan matematika dengan dengan disiplin ilmu lain, dan menghubungkan matematika dengan dunia nyata. Terlihat dari tidak bisanya mereka mengerjakan soal cerita dan soal-soal aplikasi matematika.
Rendahnya kemampuan koneksi matematika siswa dapat berpengaruh pada prestasi belajar siswa. Menurut Wahyudin (dalam Rahman, 2010:4), penyebab rendahnya pemahaman siswa dalam pembelajaran matematika diantaranya karena proses pembelajaran yang belum optimal. Proses pembelajaran yang ada pada saat ini umumnya guru hanya sibuk sendiri menjelaskan apa yang telah dipersiapkan sebelumnya, sedangkan siswa hanya sebagai penerima informasi. Akibatnya siswa hanya mengerjakan apa yang dicontohkan oleh guru, tanpa tahu makna dan pengertian dari apa yang mereka kerjakan. Hal ini menyebabkan siswa kurang memiliki kemampuan mengenali representasi ekuivalen dari konsep yang sama, menggunakan dan menilai kaitan antar topik matematika, menggunakan dan menilai kaitan antara topik matematika dengan disiplin ilmu lain, dan menggunakan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Keempat kemampuan tersebut merupakan indikator kemampuan koneksi matematika dalam pembelajaran matematika. Dengan demikian , kemampuan koneksi matematika siswa harus dikembangkan supaya lebih meningkat.
Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk meningkatkan kemampuan koneksi matematika yaitu dengan menggunakan dengan model Problem Based Instruction (PBI) disebut juga Pembelajaran Berdasarkan  Masalah . PBI ini merupakan Model pembelajaran  yang mengangkat satu masalah  aktual sebagai satu pembelajaran yang menantang dan menarik. Peserta didik diharapkan dapat belajar memecahkan masalah tersebut secara adil dan objektif  (Widodo, 2009). Menurut Widodo (2009) dengan Problem Based Instruction (PBI) guru dapat melatih siswa untuk  menjadi pembelajar  mandiri, meniru peran orang dewasa dan terbiasa memandang suatu  masalah dari berbagai sudut pandang disiplin ilmu yang berbeda. Secara garis besar PBI terdiri dari menyajikan kepada siswa situasi masalah yang autentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kapada mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri.
PBI juga didasarkan pada konsep konstruktivisme yang dikembangkan oleh ahli psikologi Eropa Jean Piaget dan Lev Vygotsky. Menurut Piaget, anak memiliki rasa ingin tahu bawaan dan secara terus-menerus berusaha memahami dunia sekitarnya. Pandangan konstruktivis-kognitif mengemukakan, siswa dalam segala usia secara aktif terlibat dalam proses perolehan informasi dan membangun pengetahuan mereka sendiri. Pengetahuan mereka tidak statis, tetapi terus-menerus tumbuh dan berubah saat siswa menghadapai pengalaman baru yang memaksa mereka membangun dan memodifikasi pengetahuan awal. PBI juga merupakan pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses berpikir tingkat tinggi. Pembelajaran ini membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Pembelajaran ini cocok untuk mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks (Ratumanann, dalam Trianto, 2007). 
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat ditraik sebuah hipotesis bahwa model PBI dapat meningkatkan kemampuan koneksi matematika siswa .

0 komentar:

Posting Komentar