Model PBI atau pembelajaran berdasarkan masalah telah dikenal sejak zaman
John Dewey, sebab secara umum pembelajaran berdasarkan masalah terdiri atas menyajikan
kepada siswa situasi masalah yang otentik dan bermakna yang dapat memberikan
kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri. Menurut Dewey
(dalam Trianto, 2007:67), belajar berdasarkan masalah adalah interaksi antara
stimulus dan respons, merupakan hubungan antara dua arah, belajar dan
lingkungan. Lingkungan memberikan masukan kepada siswa berupa bantuan dan
masalah sedangkan sistem saraf otak berfungsi menafsirkan bantuan itu secara
efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai, dianalisis,
serta dicari pemecahannya dengan baik. Pengalaman siswa yang diperoleh dari
lingkungan akan menjadikan kepadanya bahan dan materi guna memperoleh
pengertian dan bisa dijadikan pedoman dan tujuan belajarnya.
Berdasarkan penjelasan tersebut, pembelajaran berdasarkan masalah
(selanjutnya disingkat PBI) didasarkan pada teori psikologi kognitif. Fokus
pengajaran tidak begitu banyak pada apa yang sedang dilakukan siswa (perilaku
mereka), melainkan kepada apa yang mereka pikirkan (kognisi mereka) pada saat
mereka melakukan kegiatan itu. Walaupun peran guru pada pembelajaran ini kadang
melibatkan presentasi dan penjelasan suatu hal, namun yang lebih lazim adalah
berperan sebagai pembimbing dan
fasilitator sehingga siswa belajar untuk berpikir dan memecahkan
masalah.
PBI juga didasarkan pada konsep konstruktivisme yang dikembangkan oleh ahli
psikologi Eropa Jean Piaget dan Lev Vygotsky. Menurut Piaget,
anak memiliki rasa ingin tahu bawaan dan secara terus-menerus berusaha memahami
dunia sekitarnya. Pandangan konstruktivis-kognitif mengemukakan, siswa
dalam segala usia secara aktif terlibat dalam proses perolehan informasi dan
membangun pengetahuan mereka sendiri. Pengetahuan mereka tidak statis, tetapi
terus-menerus tumbuh dan berubah saat siswa menghadapai pengalaman baru yang
memaksa mereka membangun dan memodifikasi pengetahuan awal. PBI juga merupakan
pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses berpikir tingkat tinggi.
Pembelajaran ini membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam
benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan
sekitarnya. Pembelajaran ini cocok untuk mengembangkan pengetahuan dasar maupun
kompleks (Ratumanann, dalam Trianto, 2007).
Menurut
Rachmad Widodo (2009) model PBI ini mengangkat satu
masalah aktual sebagai satu pembelajaran
yang menantang dan menarik. Peserta didik diharapkan dapat belajar memecahkan
masalah tersebut secara adil dan obyektif. Sedangkan menurut Arends (1997, dalam
Trianto, 2007:68), PBI merupakan pembelajaran yang menuntut siswa mengerjakan
permasalahan yang otentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka
sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir lebih tinggi,
mengembangkan kemandirian dan percaya diri. Model pembelajaran ini juga mengacu
pada model pembelajaran yang lain, seperti pembelajaran berdasarkan proyek (project-based
instruction), pembelajaran berdasarkan pengalaman (experience-based
instruction), belajar otentik (authentic learning), dan pembelajaran
bermakna (anchored instruction).
PBI juga bergantung pada konsep lain dari Bruner, scaffolding, yaitu
suatu proses yang membuat siswa dibantu menuntaskan masalah tertentu melampaui
kapasitas perkembangannya melalui bantuan (scaffolding)
dari seorang guru atau orang lain yang memiliki kemampuan lebih. Peran dialog
juga penting, interaksi sosial di dalam dan di luar sekolah berpengaruh pada
perolehan bahasa dan perilaku pemecahan masalah anak.
Sementara itu, PBI mempunyai kaitan erat dengan pembelajaran penemuan
(inkuiri). Pada kedua model ini guru menekankan keterlibatan siswa secara
aktif, orientasi induktif lebih ditekankan dari pada deduktif, dan siswa
menemukan atau mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri. Adapun perbedaannya
dalam beberapa hal penting, yaitu: sebagian besar pelajaran dalam inkuiri
didasarkan pada pertanyaan-pertanyaan berdasarkan disiplin, dan penyelidikan
siswa berlangsung di bawah bimbingan guru dan terbatas di lingkungan kelas. PBI
dimulai dengan masalah kehidupan nyata yang bermakna, yang memberi kesempatan
kepada siswa dalam memilih dan menentukan penyelidikan apa pun baik di dalam
maupun di luar sekolah sejauh itu diperlukan untuk memecahkan masalah (dalam Ibrahim
dan Muhammad Nur, 2005: 23).
Karakteristik pembelajaran berdasarkan masalah adalah:
(1) Pengajuan pertanyaan atau masalah. PBI mengorganisasikan pengajaran di
sekitar pertanyaan dan masalah yang keduanya secara sosial penting dan secara pribadi
bermakna untuk siswa. Mereka mengajukan situasi kehidupan nyata, menghindari
jawaban sederhana, dan memungkinkan adanya berbagai solusi untuk situasi itu.
(2) Berfokus pada keterkaitan antardisiplin. Meskipun PBI berpusat pada mata
pelajaran tertentu, masalah yang akan diselidiki telah dipilih benar-benar
nyata agar dalam pemecahannya siswa dapat meninjau masalah itu dari berbagai
mata pelajaran.
(3) Penyelidikan autentik. PBI mengharuskan siswa melakukan penyelidikan
autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata. Mereka harus
menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis, dan membuat
ramalan, mengumpulkan dan melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat
inferensi dan merumuskan kesimpulan. Sudah barang tentu, metode penyelidikan
yang digunakan bergantung pada masalah yang sedang dipelajari.
(4) Menghasilkan produk dan memamerkannya. PBI menuntut siswa untuk menghasilkan
produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau artefak dan peragaan yang
menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang merfeka temukan.
Produk tersebut dapat berupa transkrip debat , laporan, model fisik, video,
maupun program komputer. Karya nyata dan peragaan direncanakan oleh siswa untuk
mendemonstrasikan kepada temannya tentang apa yang telah mereka pelajari dan
menyediakan suatu alternatif segar terhadap laporan tradisional atau makalah.
(5) Kolaborasi. PBI dicirikan oleh siswa yang bekerja sama satu dengan yang
lain, paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil. Bekerja sama
memberi motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks
dan memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog dan untuk
mengembangkan keterampilan sosial dan berpikir.
Menurut Arend (2001,
dalam Trianto, 2007) model
problem-based instruction memiliki lima langkah pembelajaran yaitu:
1) Guru mendefinisikan atau mempresentasikan masalah atau
isu yang berkaitan (masalah bisa untuk
satu unit pelajaran atau lebih, bisa untuk pertemuan satu, dua, atau tiga
minggu, bisa berasal dari hasil seleksi guru atau dari eksplorasi siswa),
2)
Guru membantu siswa mengklarifikasi
masalah dan menentukan bagaimana masalah itu diinvestigasi (investigasi
melibatkan sumber-sumber belajar, informasi, dan data yang variatif, melakukan survey dan
pengukuran),
3)
Guru
membantu siswa menciptakan makna terkait dengan hasil pemecahan masalah yang
akan dilaporkan (bagaimana mereka memecahkan masalah dan apa rasionalnya),
4)
Pengorganisasian
laporan (makalah, laporan lisan, model, program komputer, dan lain- lain), dan
5)
Presentasi
(dalam kelas melibatkan semua siswa, guru, bila perlu melibatkan administator
dan anggota masyarakat).
Adapun tahapan pelaksanaan model pembelajaran berbasis
masalah di kelas menurut ismail (2002:122) dapat dipergunakan dalam tabel
berikut:
TABEL. 1
Langkah-langkah
Model Problem-Based Instruction
Fase
|
Indikator
|
Tingkah
Laku Guru
|
1
|
Orientasi siswa kepada masalah
|
Guru menjelaskan tujuan
pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, memotivasi siswa terlibat
pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.
|
2
|
Mengorganisasikan
siswa untuk belajar
|
Guru membantu siswa mendefinisikan dan
mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.
|
3
|
Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok
|
Guru mendorong siswa untuk
mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk
mendapatkan pejelasan dan pemecahan masalah.
|
4
|
Mengembangkan
dan menyajikan hasil karya
|
Guru membantu siswa dalam merencanakan
dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model dan
membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.
|
5
|
Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan
masalah
|
Guru membantu siswa untuk
melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyeledikan mereka dan
proses-proses yang mereka gunakan.
|
Menurut Ibrahim
(dalam Trianto, 2007:72) di dalam kelas PBI, peran guru berbeda dengan kelas
tradisional. Peran guru dalam kelas PBI antara lain: (1) mengajukan masalah
atau mengorientasikan siswa kepada masalah autentik, yaitu masalah kehidupan
nyata sehari-hari; (2) memfasilitasi/membimbing penyelidikan, misalnya
melakukan pengamatan atau melakukan eksperimen; (3) memfasilitasi dialog siswa;
dan (4) mendukung belajar siswa.